Kita mengakui bahwa di era modern ini kebutuhan kita akan teknologi semakin meningkat, dari teknologi yang sederhana sampai yang canggih dan modern. Namun demikian, kemodernan itu tidak dibarengi dengan kemodernan cara berpikir dan bertindak masyarakat sehingga tidak sedikit masyarakat yang terjerumus dalam menggunakan teknologi tersebut secara tidak sah atau ilegal. Misalnya saja mengunduh dan menggunakan gambar, video, audio, dokumen, software dan sumber daya lainnya dari internet secara tidak sah sehingga bisa saja seseorang terjerat hukum karena tindakannya.

Kita sadar dan tahu bahwa apa yang ada dan kita temui di dunia ini memiliki sesuatu yang kita juga mengakuinya yaitu ‘hak cipta’. Suatu hak yang dimiliki oleh pencipta sesuatu, hak untuk mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan ciptaannya. Tentu kita tidak ingin jika kita mempunyai suatu karya cipta yang dimana karya cipta itu digunakan semene-mena oleh orang lain tidak seusai dengan apa yang telah kita tentukan atas karya cipta tersebut. Karenanya perlu suatu peraturan yang mengatur hal tersebut bukan hanya diakui saja.

Di masa ini telah banyak peraturan yang mengatur tentang hak cipta bahkan didalamnya juga diatur tentang sanksi atas pelanggaran hak cipta. Meski demikian pelanggaran atas hak cipta masih sering terjadi khususnya pada karya cipta teknologi seperti contoh yang telah disebutkan sebelumnya. Kok bisa sudah diatur dan ada sanksi pelanggaran tapi masih banyak terjadi pelanggaran?

Berikut ini adalah beberapa sebab yang dapat kami simpulkan kenapa penggunaan teknologi secara ilegal bisa terjadi di tengah masyarakat khususnya Indonesia.

1. Ketidaktahuan dan kurangnya edukasi
Tidak bisa menutup fakta bahwa sebagian masyarakat yang menggunakan karya cipta teknologi secara ilegal adalah karena ketidaktahuan yang disebabkan faktor kurangnya edukasi. Kita bisa melihat ketika kita ingin belajar tentang suatu teknologi baik melalui lembaga formal atau nonformal yang diajarkan hanyalah bagaimana cara menggunakan atau memanfaatkan suatu karya cipta teknologi akan sangat jarang kita temui yang mengajarkan untuk membaca dokumentasi suatu karya cipta yang dimana di dalam nya terdapat hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan suatu karya cipta. Ironis, ketika pendidikan seharusnya mencerdaskan tapi palah menjerumuskan masyarakat pada tindakan melanggar hukum.

2. Budaya Malas Membaca
Hal pertama kali yang sering kita cari dari suatu karya cipta teknologi adalah bagaimana cara menggunakan dan atau memanfaatkannya, jarang dari kita yang terlebih dahulu membaca dokumentasi suatu karya cipta yang berisi dokumen penting tentang karya cipta tersebut diantaranya hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Budaya malas membaca ini sebenarnya berkaitan dengan faktor sebelumnya (nomor 1) sehingga menjadi kebiasaan yang terus diulang dan menjadi sebuah hal yang biasa dan wajar.

3. Budaya Gratisan
Kalau ada yang gratis kenapa bayar, adalah salah satu budaya kebiasaan yang mungkin sudah mendarah daging di masyarakat. Namun budaya ini tidaklah tepat jika digunakan untuk memilih antara suatu karya cipta legal atau karya cipta yang ilegal. Budaya ini akan tepat diterapkan pada suatu karya cipta yang memiliki alternatif atau pengganti dimana penggantinya tersebut memiliki fungsi yang sama dengan harga yang relatif lebih murah atau gratis.

4. Antara Kesempatan, Hukum Dan Kesadaran
Tidak menutup fakta bahwa sebagian masyarakat yang menggunakan karya cipta teknologi (khususnya software) secara ilegal dalam keadaan mengetahui. Hal tersebut timbul karena ada kesempatan yang dipengaruhi faktor hukum yang berlaku khususnya di Indonesia sendiri dimana pelanggaran lisensi masuk dalam lingkup hukum pidana yang dimana ketika terjadi suatu pelanggaran hukum namun tidak ada yang memberika laporan pada pihak berwajib maka hal tersebut dianggap tidak ada. Karena hal inilah pelanggaran hak cipta di masyarakat khususnya Indonesia masih kerap terjadi bahkan dilakukan secara berjamaah dan terang-terangan yang dimana ketika ada masyarakat yang mengajak untuk taat hukum akan dianggap aneh atau nyeleneh. Pada keadaan seperti ini maka kesadaranlah yang menjadi solusi terakhir, kesadaran akan norma sosial dan kesadaran akan norma agama.

5. Kebiasaan (Khususnya Software)
Kebiasaan buruk yang ada pada masyarakat saat ini adalah kebiasaan menjadi orang yang tidak jujur dan amanah dalam muamalah. Kebiasaan menyematkan software pada sebuah komputer baru dengan dalih bonus pembelian unit baru dimana software-software tersebut adalah software berbayar yang harganya (bisa jadi) lebih mahal dari unit komputer yang dibeli yang tentu legalitasnya dipertanyakan. Kebiasaan menerima jasa install ulang komputer atau install software dengan harga 100 ribu rupiah atau paling mahal 200 ribu rupiah dimana pelanggan sudah mendapat paket lengkap dari sistem operasi (seringnya windows) sampai segudang software aplikasi mulai dari microsoft office, keluarga adobe dan software lainnya yang notaben nya software berbayar yang harganya mungkin 20x lipat dari harga jasa tersebut yang tentu legalitasnya sangat dipertanyakan.

Karena kebiasaan inilah yang membuat masyarakat merasa menggunakan karya cipta teknologi secara ilegal khususnya software adalah hal yang biasa-biasa saja dan lumrah untuk dilakukan.

6. Strategi pemasaran
Faktor ini sebenarnya hanya spekulasi dari kondisi yang ada dimana penggunaan software secara ilegal khususnya pada proprietary software berbayar yang digunakan oleh masyarakat dibiarkan begitu saja oleh para pemilik karena (mungkin) bagi mereka keuntungan yang ditimbulkan lebih besar dari pada kerugiannya yaitu menguasai dan memonopoli pasar dengan menciptakan ketergantungan dan menciptakan standar baru dunia teknologi dari ketergantungan tersebu sekalipun (mungkin) bagi mereka bisa saja dengan mudah memproses secara hukum.

Karena pemikiran atau spekulasi seperti ini juga tidak sedikit yang menganggap penggunaan karya cipta teknologi khususnya software secara ilegal adalah hal yang biasa-biasa saja untuk dilakukan. Sampai-sampai ada yang membawa dalih agama (khususnya muslim) untuk membenarkan tindakan mereka yang sebenarnya saya enggan untuk menulisnya karena butuh penjelasan dan pemahaman yang lebih luas lagi. Dalih tersebut adalah “membajak produk kafir mah tidak apa-apa, itu sah-sah saja selagi mereka tidak membuat perjanjian dengan kekhalifahan Islam.” dimana pemikiran seperti ini adalah pemikiran yang berbahaya, pemikiran khawarij yang mengkafirkan sesama muslim yang berhukum pada selain hukum Allah. Khawarij sendiri dulu diperangi di masa khulafaur rasyidin karena pemikirannya yang menyimpang. Pada pembahasan sebelumnya yang berjudul ‘Islam Dan Software Ilegal’ (baca disini: https://aiprojek.blogspot.com/2020/09/islam-dan-software-ilegal_26.html) kami pernah menyampaikan bahwa taat pada pemerintah yang sah adalah salah satu syiar Islam. Bagi anda yang ingin mempelajari dan memahami hal ini silahkan bertanya dan belajarlah dari orang yang jujur, amanah lagi lurus pemahaman agamanya.

Itulah 6 faktor yang menurut kami mempengaruhi penggunaan karya cipta teknologi secara ilegal dimasyarakat. Faktor lain seperti tidak punya uang, harga mahal, ikut-ikutan, prinsip hidup, kesalahan pemilik hak paten atau hak cipta, kesalahan pihak hukum, menuding suatu perusahaan kena karma, coba-coba, takut penipuan, tidak mau ribet, belum tersedia di negara tempat tinggal, pembuatnya sudah kaya tidak perlu uang adalah alasan-alasan yang menurut praktis kami adalah sebuah alasan klise yang digunakan untuk pembenaran atas tindakan mereka.

Jika karena mahal atau tidak punya uang sedangkan anda memang menginginkan software yang murah atau bahkan gratis yang terjamin dan mudah legalitasnya maka saran kami adalah berhentilah bergantung pada satu jenis software yaitu proprietary software seperti windows, microsoft office, keluarga adobe dan yang lainnya dan beralihlah pada software yang berada dibawah naungan lisensi FOSS yang dimana banyak software dengan harga murah atau bahkan tersedia secara gratis yang bisa kita dapatkan dengan legalitas yang mudah didapatkan pula serta dengan fungsi yang sama.

Artikel ini dibawah naungan Creative Commons Attribution-NoDerivatives 4.0 International License [http://creativecommons.org/licenses/by-nd/4.0/].